You are currently viewing Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP dan Mapasaba Telusuri Jejak Sejarah di Kota Prabumulih

Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP dan Mapasaba Telusuri Jejak Sejarah di Kota Prabumulih

Sebagai Pusat Kajian yang melakukan penelusuran jejak sejarah di Bumi Sumatera Selatan, Pusat Kajian Sriwijaya Universitas PGRI Palembang (UPGRIP) terus melakukan rekam jejak berbagai temuan di Sumatera Selatan.

Kali ini, Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP bersama anggota Mapasaba FKIP menelusuri jejak sejarah klasik Hindu-Budha serta jejak sejarah Islam di Kota Prabumulih, Kamis (25/7/2024).

Ketua Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Dr. Muhammad Idris. M.Pd mengatakan bahwa Kota Prabumulih kaya dengan peninggalan sejarah dan kebudayaan. Namun, pembangunan kota dan pertambahan penduduk akibat urbanisasi dan migrasi jejak sejarah berupa bangunan, struktur dan obyek yang diperkirakan sebagai situs sejarah mengalami pengrusakan, penghilangan dan perubahan.

“Hal ini merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh kota-kota urban di Indonesia. Agar obyek sejarah dan budaya tersebut tidak tergerus karena pembangunan Pusat Kajian Sejarah UPGRIP dengan menggandeng Mapasaba FKIP menelusuri jejak sejarah di kota yang dijuluki kota Nanas yang kaya minyak bumi ini,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa selain Dr. Muhamad Idris bersama Mapasaba yang beranggotakan peneliti-peneliti muda: Richard Saputra, Arghani Abdul Faqih, Ridwan melakukan survei permukaan di Gunung Ibul Kota Prabumulih. Dari hasil survei permukaan Tim Mapasaba berhasil mengumpulkan fragmen keramik Tiongkok dari masa dinasti Sung, dinasti Ming dan dinasti Qing.

Richard Saputra juga menambahkan bahwa fragmen keramik tersebut tidak diangkat mengingat perlu tindak lanjut pengukuran dan penomoran.

(S

uasana Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP bersama anggota Mapasaba FKIP menelusuri jejak sejarah
klasik Hindu-Budha serta jejak sejarah Islam di Kota Prabumulih)

Lokasi Gunung Ibul yang terletak pada ketinggian 63 mdlpl menurut Richard Saputra memiliki potensi sejarah yang besar. Bukit yang terletak di tepi sungai Kelekar yang merupakan akses transportasi sungai dahulu kala sebelum dibukanya jalan darat. Potensi sejarah lainnya adalah tempat yang diyakini sebagai tempat yang pernah disinggahi Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit, serta dua makam kuno yang dikeramatkan oleh masyarakat Prabumulih dan sekitarnya yaitu makam Ratu Paseh dan makam Raden Kuning.

Dr. Muhamad Idris, M.Pd meyakini bahwa temuan keramik Tiongkok dari abad ke 10 Masehi sampai abad 19 Masehi menggambarkan bahwa sejak masa klasik tempat ini telah dijadikan sebagai tempat ritual keagamaan dan dianggap keramat oleh masyarakat sekitar. Temuan keramik Eropa abad 19-20 Masehi menguatkan asumsi tersebut. Peneliti juga masih menyaksikan banyak masyarakat melakukan upacara ziarah kubur dan melakukan sedekah di lokasi makam apabila niatnya dikabulklan oleh Allah.

Keramik-keramik tersebut merupakan piranti saji ketika prosesi persedekahan ritual dilakukan di tempat keramat tersebut lanjutnya. Sebagian piranti saji ditinggalkan setelah dipakai untuk wadah sesaji, fragmen inilah yang masih dapat ditemukan disekitar makam.

Tim Mapasaba yang dimotori Richard Saputra, Arghani Abdul Faqih dan Ridwan juga melakukan kegiatan identifikasi tanaman yang masih hidup di sekitar situs warisan sejarah ini, dan berhasil dicatat beberapa spesies tumbuhan langkah dan hampir punah di Sumatera Selatan seperti: pohon Gerunggang, pohon Meranti Merah, Meranti Putih, pohon Kenidai. Pohon lokal lain seperti pohon Seru/Puspa, pohon Asam Jawa, pohon Bungur, pohon Malaka, bambu apus, bambu tali, dan bambu kuning. Lokasi ini dahulu memiliki luas 4 Ha namun sekarang semakin berkurang akibat pembukaan lahan untuk permukiman dan perkantoran.

‘Wawancara tim Mapasaba dilakukan dengan penjaga makam di situs ini” ujar Richard Saputra.

Dr. Muhamad Idris, M.Pd menilai situs Gunung Ibul merupakan potensi pembangunan Kota Prabumulih sebagai Kota Kreatif yang menjaga dan memanfaatkan potensi sejarah, budaya, ekologi, dan budaya Gastronominya sebagai sumberdaya pembangunan masa depan. Peran generasi muda dan peneliti dapat berupa mengembangkan budaya Narasi yang dapat mengedukasi masyarakat dan wisatawan. Situs Gunung Ibul dapat dimanfaatkan sebagai ruang dialog, ruang komunikasi masyarakat luas tentang sejarah dan budaya kota Prabumulih yang menyimpan data sejarah sejak masa klasik Hindu-Buddha sampai masa modern.

“Narasi yang dibuatlah yang akan menginformasikan masyarakat luas tentang obyek benda, tak benda dan situs yang ada di kota Prabumulih. Lebih lanjut, Mapasaba dan Pusat Kajian Sriwijaya akan berupaya untuk mengedukasi masyarakat luas melalui pengembangan budaya pungkas Richard Saputra diakhir percakapannya.

Tinggalkan Balasan