Mapasaba Gandeng Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Lestarikan Wayang Palembang

Mapasaba Gandeng Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Lestarikan Wayang Palembang

Mapasaba merupakan kelompok peneliti Sejarah dan Kebudayaan yang berada dibawah naungan FKIP yang konsen pada bidang Penelitian Sejarah dan Kebudayaan. Untuk mendalami kajian materi dan teknik penelitiannya, Mapasaba menggandeng Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP sebagai mitranya.

Salah satu obyek yang diteliti Mapasaba adalah Wayang Palembang. Wayang Palembang merupakan salah satu kekayaan khazanah kebudayaan Melayu Palembang, yang memiliki keunikan dan ciri khas yang membedakannya dengan wayang-wayang lainnya.

Wayang Palembang pada masanya merupakan seni pertunjukan yang menjadi media komunikasi sosial budaya bahkan menjadi media komunikasi politik pimpinan dengan rakyatnya melalui lakon-lakon yang dimainkan.

Ketua Pusat Kajian Sriwijaya Dr. Muhamad Idris, M.Pd menyatakan bahwa Wayang Palembang pernah berkembang pesat di Palembang pada Abad 18 sampai akhir Abad 19.

“Wayang Palembang dahulu di pertunjukan di dalam keraton dan di rumah-rumah bangsawan Palembang pada acara-acara daur hidup masyarakat Palembang. Wayang Palembang memiliki ciri-ciri khusus seperti sunggingan wayang, alat musik yang dimainkan ketika pagelaran, bahasa yang digunakan dalang dan niyaganya,” ujarnya.

(Tim Mapasaba dan Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP)

Sementara itu, Tim Mapasaba FKIP UPGRIP Arghani Abdul Faqih menyampaikan ketertarikannya pada wayang Palembang yang sangat kuat. Ia menemukan keunikan-keunikan dalam wayang Palembang, seperti sunggingan atau tatahan yang meliputi penokohan, penggunaan warna, teknik sunggingan, langgam atau gaya sunggingan serta motif sunggingan yang sarat makna filosofi. Ia mengungkapkan bahwa wayang Palembang memiliki karakter kuat dan dapat dijadikan ikon komunikasi Kota Palembang di dunia internasional.

Wayang Palembang berada diujung kepunahan menurut ketua Pusat Kajian Sriwijaya Palembang, karena beberapa faktor seperti: kelangkaan dalang, pemain gamelan, dan wayangnya sendiri. Mahalnya biaya pertunjukan wayang Palembang menjadikannya kurang diminati untuk ditampilkan oleh masyarakat Palembang pada acara-acara life cyclenya.

Mapasaba FKIP dengan anggotanya Arghani Abdul Faqih, Richard Saputra, Jimmy, dan Gema dengan arahan Ketua Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP melakukan riset Wayang Palembang.

“Narasumber dalam riset mini tersebut Kiagus Wirawan yang merupakan salah satu dalang Wayang Palembang yang memiliki dan menyimpan 100 penokohan dalam Wayang Palembang,” jelasnya.

Ia mendapatkan 100 wayang Palembang tersebut dari orang tuanya yang dahulu adalah dalang wayang Palembang. Arghani Abdul Faqih menyatakan kondisi wayang kuno yang berumur lebih dari 200 tahun sangat rapuh dan perlu dikonservasi dan dibuatkan duplikatnya agar generasi muda Palembang masih dapat menyaksikan kebesaran budaya Palembang. Ia menyayangkan apabila kekayaan benda dan tak benda Palembang akan hilang.

Peran mahasiswa, peneliti dari perguruan tinggi, masyarakat dan pemerintah sangat penting dalam melestarikan wayang Palembang. Menarasikan budaya Wayang Palembang sangat penting untuk mengedukasi masyarakat luas.

“Peran peneliti-peneliti muda yang tergabung dalam Mapasaba FKIP sangat penting, karena melalui peneliti muda semangat dan roh kebudayaan dapat dipublikasikan pada masyarakat luas,” tambah Ketua Pusat Kajian Sriwijaya Dr. Muhamad Idris. M.Pd.

Tinggalkan Balasan